Memandang Air, Memandang Diri Sendiri
Pemahaman Mengenai Budaya tidak sempit hanya yang bersifat simbolik semata. Ada nilai yang paling mendalam, misalnya dalam kebudayaan masyarakat Jawa Barat dengan menghargai air secara mendalam dengan manamai tempat sebagai ci = cai = air ( misalnya Citarum, Ciburial, Citandui Ciliwung dan lain - lain ).
Untuk masyarakat kita perilaku menghargai air mendapat tempat yang khusus, bukan tanpa sebab melainkan karena memang sebelumnya sudah memiliki budaya yang cukup tinggi dengan menghargai air.
Penghargaan ini melahirkan tata kelola menjadi sebuah peradaban yang subur.
Bukan hanya sekadar ucapan dan isapan jempol, sampai saat ini masyarakat tradisional ( contohnya, Baduy dan Kanekes ) juga lebih jauh mengenal tata wilayah sehingga meminimalkan kerusakan alam.
Hal itu menyebabkan keseimbangan alam yang dapat menopang seluruh aspek kehidupan sehingga pemenuhan kebutuhan hidup dapat terus berlanjut.
Memandang air ibarat melihat struktur urat di dalam bumi karena aliran air di bumi ini merupakan representasi jiwa dan raga pada manusia.
Jika struktur di alam membaik dan beres didalam penataannya, tentu menghasilkan manusia yang berkualitas dan memiliki ketahanan. Ketahanan itu, yakni ketahanan air, wilayah, budaya, energi, dan pangan.
Persoalan DAS Citarum hanya bagian dari satu permasalahan di dalam kerangka penataan air agar manjadi manusia berperadaban air, menjunjung tinggi sumber air.
Nilai dan ajaran yang menghargai air yang mengutamakan keselarasan antara antara manusia dan alam perlu di dorong sebagai modal sosial untuk mengikatkan kembali hubungan alam dan manusia. Keselarasan menggunakan kebudayaan lokal untuk mewujudkan budaya yang menghargai air sebagai salah satu cara menyelesaikan persoalan dan penganan carut marutnya DAS ( Daerah Aliran Sungai ) Citarum.
Penganan secara partisipatif sesuai budaya masyarakat setempat harus di dorong kembali.
Misalnya, masyarakat di Jepang dalam pengaturan air yang berbasis di daerah hulu, tengah dan hilir, justru instensif besar berasal dari daerah hilir untuk daerha hulu karena penerima manfaat paling besar ada di kawasan hilir.
Ikatan Komunitas dan budaya air sangat kuat sehingga Jepang mampu melakukan konservasi air, terhindar dari krisis air, dan mengangani bencana banjir.
Pelibatan peran masyarakat merupakan bentuk partisipasi pemeliharaan dan pemanfaatan air dalam suatu kawasan. Oleh karena itu, terjadi kesinambungan antara pemerintah, masyarakat yang tinggal kawasan sumber daya air, dan masyarakat secara luas.
Sekali lagi, cara pandang dan meperlakukan air sebagai sumber kehidupan harus berorientasi seperti memandang tubuh kita sendiri.
Wilayah kepala ( hulu ) adalah wilayah sakral dan di hormati, jika sudah demikian otomatis akan seimbang dengan bagian lainnya. Air itu berasal dari wilayah hulu, dalam konteks Citarum ialah wilayah Kabupaten Bandung dengan sumber mata airnyadari wilayah Gunung Wayang dan pegunungan lain yang mengitarinya sebagai wilayah tangkapan dan sumber air.
Untuk itu konservasi wilayah itu menjadi mutlak, terutama didukung orang yang bermukim di wilayah tengah dan hilir berdasarkan bentangan DAS.
dikutip dari : tulisan Hetti Restanti @tribunforum - Tribun Jabar
Tolong di share ke Media Sosial ya,...
Kita Jaga Alam, Alam Jaga Kita
Untuk masyarakat kita perilaku menghargai air mendapat tempat yang khusus, bukan tanpa sebab melainkan karena memang sebelumnya sudah memiliki budaya yang cukup tinggi dengan menghargai air.
Penghargaan ini melahirkan tata kelola menjadi sebuah peradaban yang subur.
Bukan hanya sekadar ucapan dan isapan jempol, sampai saat ini masyarakat tradisional ( contohnya, Baduy dan Kanekes ) juga lebih jauh mengenal tata wilayah sehingga meminimalkan kerusakan alam.
Hal itu menyebabkan keseimbangan alam yang dapat menopang seluruh aspek kehidupan sehingga pemenuhan kebutuhan hidup dapat terus berlanjut.
Air Adalah Sumber Kehidupan Manusia
Memandang air ibarat melihat struktur urat di dalam bumi karena aliran air di bumi ini merupakan representasi jiwa dan raga pada manusia.
Jika struktur di alam membaik dan beres didalam penataannya, tentu menghasilkan manusia yang berkualitas dan memiliki ketahanan. Ketahanan itu, yakni ketahanan air, wilayah, budaya, energi, dan pangan.
Persoalan DAS Citarum hanya bagian dari satu permasalahan di dalam kerangka penataan air agar manjadi manusia berperadaban air, menjunjung tinggi sumber air.
Nilai dan ajaran yang menghargai air yang mengutamakan keselarasan antara antara manusia dan alam perlu di dorong sebagai modal sosial untuk mengikatkan kembali hubungan alam dan manusia. Keselarasan menggunakan kebudayaan lokal untuk mewujudkan budaya yang menghargai air sebagai salah satu cara menyelesaikan persoalan dan penganan carut marutnya DAS ( Daerah Aliran Sungai ) Citarum.
Penganan secara partisipatif sesuai budaya masyarakat setempat harus di dorong kembali.
Komunitas dan Budaya Air di Jepang
Misalnya, masyarakat di Jepang dalam pengaturan air yang berbasis di daerah hulu, tengah dan hilir, justru instensif besar berasal dari daerah hilir untuk daerha hulu karena penerima manfaat paling besar ada di kawasan hilir.
Pelibatan peran masyarakat merupakan bentuk partisipasi pemeliharaan dan pemanfaatan air dalam suatu kawasan. Oleh karena itu, terjadi kesinambungan antara pemerintah, masyarakat yang tinggal kawasan sumber daya air, dan masyarakat secara luas.
Sekali lagi, cara pandang dan meperlakukan air sebagai sumber kehidupan harus berorientasi seperti memandang tubuh kita sendiri.
Wilayah kepala ( hulu ) adalah wilayah sakral dan di hormati, jika sudah demikian otomatis akan seimbang dengan bagian lainnya. Air itu berasal dari wilayah hulu, dalam konteks Citarum ialah wilayah Kabupaten Bandung dengan sumber mata airnyadari wilayah Gunung Wayang dan pegunungan lain yang mengitarinya sebagai wilayah tangkapan dan sumber air.
Untuk itu konservasi wilayah itu menjadi mutlak, terutama didukung orang yang bermukim di wilayah tengah dan hilir berdasarkan bentangan DAS.
dikutip dari : tulisan Hetti Restanti @tribunforum - Tribun Jabar
Tolong di share ke Media Sosial ya,...
Kita Jaga Alam, Alam Jaga Kita
Post a Comment for "Memandang Air, Memandang Diri Sendiri"
Mohon kiranya tulis komentar berupa kritik dan saran sebelum keluar, terima kasih,...